Setiap daerah tentunya memiliki budaya dan sejarah masing – masing. Khusus di Sulawesi Selatan yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat serta sikap sopan santun kepada sesama.
Hal ini telah menjadi salah satu ciri khas suku Bugis – Makassar secara turun temurun. Masyarakat di Sulawesi Selatan pada umumnya terbuka untuk para pendatang dan tetap mengedepankan keramahan.
“Tabe” merupakan salah satu contoh budaya warisan leluhur atau kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan untuk menghormati atau menghargai orang lain. “Tabe” paling sering digunakan ketika hendak minta permisi untuk melewati arah orang lain.
Perilaku “Tabe” merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang di hadapan kita. Kata ini berasal dari bahasa Sansekerta: kşantavya atau ksantawya. Dalam bahasa Sansekerta artinya ialah “maaf”.
Berhubung orang Melayu tidak bisa melafazkan bunyi /v/, maka bunyi ini menjadi /b/. Sehingga kata ini berubah menjadi ksantabya dan akhirnya menjadi santabe dan bahkan tabe atau tabik. Dalam makna tertentu, tabik juga berarti salam hormat (Jan Gonda, 1973, Sanskrit in Indonesia, halaman 640 dan selanjutnya).
Versi tabik tiap tempat, kota dan daerah ternyata juga berbeda-beda. Contohnya, jika di Lampung, bahasa daerah yang digunakan untuk mengucap salam adalah “Tabik”. Biasa digunakan di acara-acara adat, jika ingin melakukan sesuatu dalam prosesi adat akan dimulai dengan sapaan “Tabik, pun” dan dijawab “Ya, pun” dengan bunyi U yang dipanjangkan.
Kata “tabik” dalam masyarakat Lampung terdapat beberapa variasi seperti Nabik Tabik, Natabik, Tabik Sumbah Puluh Jari, Tabik Dipusekhumpok, Tabik Ngalimpuro /Tabik Ngalimpugha, dan yang paling banyak dipakai adalah Tabik Pun, kata – kata tersebut tujuannya adalah sebagai sebuah penghormatan terhadap lawan bicara yang diucapkan di awal pembicaraan.
Tidak hanya orang Bugis, Makassar, Mandar atau Lampung yang menggunakan kata tabik ini sebagai pembuka kata, tetapi juga sebagian orang Melayu di Sumatera dan orang Cina di indonesia. Sedangkan dalam bahasa Bali “tabik” digunakan seperti kata permisi, umumnya ditujukan kepada orang yang lebih tua.
Ahmad Saransi, Arsiparis Ahli Madya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan menuturkan, budaya “Tabe’’ sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak dalam sifat santun dan hormat.
Sebab “Tabe” merupakan kecerdasan sikap yang akan membentuk dan mendidik anak-anak atau generasi muda agar tercipta Nilai-nilai bangsa yang saling menghormati.
Budaya menghargai jika terealisasikan dengan baik akan mencegah banyak keributan dan akan mempererat rasa persaudaraan. (*)