Bila Anda ke Kota Makassar dan ingin tahu banyak tentang sejarahnya, sangat tepat bila ke Museum Kota Makassar. Lokasinya tidak jauh dari Kantor Balaikota Makassar, di Jalan Balaikota No. 11 A.
Museum ini didirikan atas ide yang dilontarkan oleh Baso Amiruddin Maula saat mengawali masa jabatannya sebagai Wali Kota Makassar.
Museum ini menempati Gedung Balaikota lama yang terletak di jantung Kota Makassar, sebuah bangunan bersejarah yang didirikan pada masa kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1916.
Museum Kota Makassar yang dibuka perdana pada tanggal 7 Juni 2000 silam, hadir untuk melayani kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai identitas Kota Makassar, sejarah dan budaya penduduknya yang pluralistis melalui kegiatan seminar, pameran dan festival.
Anda dapat berkunjung ke tempat ini mulai Selasa-Jumat pukul 09.00-15.00 Wita atau Sabtu-Minggu pukul 09.00-13.00 Wita Senin dan hari raya lokasi ini ditutup.
Gedung dua lantai ini telah beberapa kali beralih fungsi, juga pernah menjadi balai kota dan telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Edukator Museum Kota Makassar, Nur Ika Yani menjelaskan bahwa sejarah pembangunan gedung ini dibangun saat Belanda telah merasa aman dan nyaman tinggal di Kota Makassar. Sebelumnya hanya berani membangun di dalam benteng saja akibat faktor keamanan pada saat itu.
Museum ini juga menjadi saksi bisu sejarah panjang Kota Makassar dari zaman penjajahan Belanda serta Jepang hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Di dalamnya, Anda dapat melihat patung Ratu Wilhelmina yang sudah berada di Makassar sejak masa Gemeente tahun 1906 dan ditempatkan di Gedung Balaikota Lama (Gemeentehuis). Keberadaannya sebagai penghargaan oleh Pemerintah Belanda, karena Makassar saat itu dianggap sebagai daerah yang sangat potensial di Wilayah Timur Nusantara.
Selain itu, banyak hal bisa ditemukan di sana, seperti bata reruntuhan Benteng Somba Opu dan Benteng Tallo, benda serta jejak sejarah Kota Makassar yang menyajikan fakta menarik mengenai keragaman etnis yang telah berlangsung sejak awal abad 16.
Hal ini terkait dengan peran Pelabuhan Makassar yang berkembang seiring dengan kebijakan “politik pintu terbuka” yang diterapkan kerajaan Gowa Tallo atau Makassar pada masa itu.
Kemajuan yang dicapai Makassar dalam perdagangan telah mendorong para pedagang asing untuk berniaga. Ketika produksi teh Cina mendapat permintaan pasar Eropa, pihak Kompeni kembali menjalin hubungan perdagangan dengan Cina.
Di Makassar, pedagang Cina sangat membutuhkan produksi laut seperti sirip ikan hiu, teripang, agar-agar, dll. Kenyataan itu membuat pedagang Cina menjual produksi keramik atau porselen sebagai komoditi dagangannya dengan harga murah dan kini jejak koleksi keramik itu bisa anda temukan di museum Kota Makassar.
Di sana juga terdapat lukisan dan penjelasan bagaimana Makassar pada saat itu menjadi bandar niaga internasional. Ditunjukkan dengan banyaknya pengunjung kota yang berasal dari luar negeri untuk berdagang. Bandar niaga Tallo dan Somba Opu merupakan satu-satunya pusat niaga yang tersisa di sepanjang jazirah Sulawesi Selatan di bawah bendera Kerajaaan Makassar.
Jadi, jika ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Kota Makassar, Anda wajib berkunjung ke Museum Kota Makassar sambil berfoto mengabadikan momen dengan latar arsitektur bergaya Eropa yang eksotik. (*)